Senin, 17 Desember 2012

PNI



PARTAI NASIONAL INDONESIA (PNI)
oleh: salvetri

A.        Sejarah Pendirian PNI
Dalam dasawarsa pertama abad ke-20 didalam sejarah Indonesia dikenal sebagai periode kebangkitan nasional maka pertumbuhan kesadaran nasionalisme mulai tampak dengan mulai bermunculannya organisasi – organisasi di Indonesia. Walau awalnya orientasi tujuan organisasi-organisasi ini belum sampai pada fase penegasan identitas politiknya namun lambat laun mulai terlihat tujuan-tujuan yang mendasar ditubuh organisasi-organisasi yang muncul di negri ini. Sebagai contoh adalah PNI, dulu sebelum PNI resmi berdiri menjadi sebuah organisasi politik PNI merupakan kelompok-kelompok studi di Surabaya yang dipimpin oleh Sutomo dan di Bandung dipimpin oleh Soekarno yang kemudian berkembang ke seluruh Jawa dan meluas lagi ke luar Jawa. Tujuan pendirian kelompok-kelompok studi ini agar para pelajar Jawa dapat bersatu, menanamkan kesadaran kepada mereka bahwa Indonesia adalah suatu bangsa.
Mereka yang tergabung dalam studieclub beranggapan bahwa setelah PKI memberontak serta kegagalannya yang sangat dirasakan oleh umum  hal ini menunjukan kelemahan besar dalam urusan organisasi  maka dengan semangat nasionalisme meraka merapatkan barisan  untuk menuju Indonesia yang merdeka. Salah satu usaha awal ialah prakarsa Soedjadi, Iskaq, Tjokroadisoerjo dan Boediarto membentuk SRNI (Serikat Rakyat Nasional Indonesia) terlebih dulu dengan perantaraan Soedjadi prakarsa itu diteruskan ke PI di Negeri Belanda yang selanjutnya memberi pengarahan namun setelah dirasa – rasakan ternyata rencana PI tidak sesuai dengan situasi di Indonesia dan oleh karena itu mereka berusaha sendiri membentuk organisasi politik. Maka pada tanggal 4 juli 1927 PNI resmi didirikan di Bandung melalui pertemuan-pertemuan yang dilakukan para anggotanya yang mana dalam pertemuan – pertemuan itu sering membicarakan keadaan-keadaan sosial politik pada saat tersebut. Agenda pertemuan 4 juli tersebut selain meresmikan pendirian PNI (Perserikatan Nasional Indonesia) juga menetapkan Soekarno sebagai ketua dan membahas anggaran-anggaran dasar keorganisasian.
Pada awal berdirinya, PNI berkembang sangat pesat karena didorong oleh faktor-faktor yaitu antaralain adalah : Pergerakan yang ada lemah sehingga kurang bisa menggerakkan massa, PKI sebagai partai massa telah dilarang, Propagandanya menarik dan mempunyai orator ulung yang bernama Ir. Soekarno (Bung Karno) selain itu secara eksplisit PNI menyatakan bahwa didalam tubuh PNI tidak ada diskriminasi ras dan tingkat kasta melainkan sikap nasionalisme yang dijunjung tinggi, sehingga dengan adanya beberapa faktor ini PNI berkembang sangat pesat dan banyak yang berminat menjadi anggotanya. PNI pun mulai berkembang telihat pada akhir tahun 1927 tercatat menjadi 3 cabang. Selain di Bandung juga terbentuk cabang di Yogyakarta dan di Batavia. Pada bulan Desember dibentuk juga sebuah panita di Surabaya untuk persiapan pembentukan cabang baru di kota tersebut. Di Surabaya sendiri PNI resmi berdiri pada 5 February 1928. Kemudian memasuki tahun 1928 secara terang – terangan organisasi ini berganti nama dari Perserikatan Nasional Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia.


B.         Tujuan Pendirian PNI
Awalnya dalam pembentukan PNI ini bertujuan untuk membangkitkan kesadaran nasionalisme  antaralain  dengan menginsyafkan rakyat akan besarnya penderitaan dalam menghadapi eksploitasi ekonomi, sosial dan politik yang dijalankan penguasa kolonia dan untuk mencapai Indonesia yang merdeka terlepas dari segala penjajahan. PNI yakin jika Indonesia merdeka dan terlepas dari penjajahan maka susunan kehidupan, struktur sosial masyarakat Indonesia akan kembali seperti sebagai mana mestinya. Tujuan tersebut bisa dipakai kalau kita bisa berdiri sendiri atau percaya pada diri sendiri, dan tidak bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. PNI yakin, dengan gerakan-gerakannya yang revolusioner pemerintah kolonial Belanda tidak akan memberikan, membantu, atau memberi jalan untuk tercapainya suatu kemerdekaan.
Berdasarkan atas pengetahuan ini, dalam anggaran dasarnya, PNI menyatakan bahwa tujuan PNI adalah bekerja untuk kemerdekaan Indonesia.  Tujuan ini hendak dicapai dengan azas “percaya pada diri sendiri”.  Artinya memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial dengan kekuatan dan kebiasaan sendiri, antara lain dengan mendirikan sekolah-sekolah, poliklinik,  Bank Nasional, perkumpulan-perkumpulan koperasi dan lain-lain. Itulah sebabnya PNI tidak mau ikut dalam dewan-dewan yang diadakan oleh pemerintah. Yang dapat menjadi anggota PNI adalah semua orang Indonesia yang sekurang-kurangnya telah berumur 18 tahun. Orang-orang Asia lainnya dapat juga menjadi anggota PNI tetapi hanya sebagai anggota luar biasa.
Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI telah menetapkan program kerja sebagaimana dijelaskan dalam kongresnya yang pertama di Surabaya pada tahun 1928, seperti berikut.
1.      Usaha politik, yakni memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran atas persatuan bangsa Indonesia, memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan bangsa-bangsa Asia, dan menumpas segala rintangan bagi kemerdekaan diri dan kehidupan politik. Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, serta mendirikan bank-bank dan koperasi.
2. Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, serta
mendirikan bank-bank dan koperasi.
3.      Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran yang bersifat nasional, meningkatkan derajat kaum wanita, memerangi pengangguran, memajukan transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat, antara lain dengan mendirikan poliklinik.


C.         Kiprah PNI Pada Masa Pergerakan
Dengan seiring berjalannya waktu nama PNI mulai menanjak dan semakin terkenal. PNI mulai terkenal karena propaganda-propaganda tulisan maupun lisannya yang banyak menyihir dan mempengaruhi rakyat. Propaganda yang berupa tulisan yaitu PNI melakukan propaganda-propagandanya melalui surat kabar, seperti Banteng Priangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia, sedangkan propaganda yang berupa lisan yaitu melalui  para pemimpin khususnya Ir. Soekarno sendiri. Pada permulaannya tema yang banyak diangkat oleh PNI adalah tentang hubungan yang sifatnya penjajahan dan konflik yang tidak dapat dihindari antara kaum penjajah dan kaum yang dijajah, perlunya melawan front kulit putih, perlunya pembentukan negara dalam negara, perlunya menumbuhkan percaya akan kekuatan diri sendiri dan melepaskannya ketergantungan kita pada Belanda dengan jalan “berdiri dengan kaki sendiri” untuk meraih kemerdekaan.
Demi terwujudnya cita – cita untuk sebuah persatuan yang selalu ditekankan dalam rapat-rapat umumnya, PNI menjadi salah satu organisasi yang mempelopori berdirinya Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) dalam rapat yang dilakukan pada tanggal 17- 18 Desember 1927 di Bandung  yang mana rapat ini merupakan sebuah moment dimana organisasi-organisai pergerakan nasional yang selama ini berjuang dibawah benderanya masing-masing berkumpul dalam satu forum. Partai Nasional Indonesia dengan beberapa organisasi lain seperti Partai Sarikat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Soematranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studieclub dan Allgemene sepakat mendirikan federasi perhimpunan politik yang mereka beri nama Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Kemudian pada tanggal 24-26 Maret 1928 dilakukan penyusunan azas dan daftar usaha yang disahkan 27-30 Mei 1928.  Dalam program azas tersebut dikemukakan bahwa perubahan-perubahan struktur masyarakat pada abad XVI yang membawa pula pada kebutuhan-kebutuhan ekonomi baru, menyebabkan timbulnya imperialisme Belanda. Demi kepentingan imperialisme tersebut, Indonesia dijadikan tempat penanaman modal. Dari presfektif ekonomi Indonesia, hal ini berarti drainage kekayaan. Hal ini berakibat pada rusaknya struktur sosial, ekonomi, dan politik Indonesia. Oleh karena itu PNI menjalin persatuan dan kesatuan bangsa tanpa mementingkan kepentingan agama, ras, dan suku bangsa untuk melawan kolonialisme penjajah dan tanpa bantuan orang lain kemerdekaan pasti bisa dicapai. Semakin hari PNI semakin melebarkan sayap eksistensinya. Pergerakan perjuangannya yang selalu revolusioner telah banyak menghimpun banyak kekuatan. Masa dari anggotanyapun kian bertambah. Tercatat pada bulan mei 1929 anggota PNI sampai pada jumlah 3.860 orang. Kenaikan ini sebagai akibat dari propaganda yang dilakukan dengan sangat aktif sepanjang tahun.
Melihat kesuksesan yang diraih PNI pemerintah Belanda mulai geram dan memberikan peringatan kepada pemimpin PNI dalam pembukaan sidang Volksraad pada 15 Mei 1928 untuk menahan diri dalam ucapan, propaganda dan tindakannya.  Dengan munculnya isu bahwa PNI pada awal tahun 1930 akan mengadakan pemberontakan maka pada tanggal 29 Desember 1929, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara besar - besaran dan menangkap empat pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno, Maskun, Gatot Mangunprojo dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di Bandung karena mereka para pemimpin PNI dianggap mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan Belanda sehingga dijatuhi hukuman penjara.
Penangkapan terhadap para tokoh pemimpin PNI merupakan pukulan berat dan menggoyahkan keberlangsungan partai. Dalam suatu kongres luar biasa yang diadakan di Jakarta pada tanggal 25 April 1931, diambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran ini menimbulkan pro dan kontra. Mr. Sartono kemudian mendirikan Partindo. Mereka yang tidak setuju dengan pembubaran masuk dalam Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) yang didirikan oleh Drs. Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir.  Baik Partindo maupun PNI Baru, masih memakai asas PNI yang lama yaitu self help dan nonkooperasi. Namun di antara keduanya terdapat perbedaan dalam hal strategi perjuangan. PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik dan sosial, sedangkan Partindo mengutamakan aksi massa sebagai senjata yang tepat untuk mencapai kemerdekaan.



D.        PNI baru
Pada bulan Desember 1931, membentuk Pendidikan Nasional Indonesia(PNI Baru). Mula-mula Sutan Syahir dipilih sebagai ketuanya. Moh. Hatta kemudian dipilih sebagai ketua pada tahun 1932 setelah kembali dari Belanda.  Organisasi-organisasi  tersebut tetap sama-sama menggunakan taktik perjuangan non-kooperatif dalam mencapai kemerdekaan politik. Adapun perbedaan antara PNI Baru dengan Partindo adalah sebagai berikut:
-    PPPKI oleh PNI Baru dianggap sebagai “persatean” bukan persatuan karena anggota-anggotanya memiliki ideologi yang berbeda-beda. Sementara itu, Partindo menganggap PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang kuat daripada mereka berjuang sendiri-sendiri.
-    Dalam upaya mencapai kemerdekaan, PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan politik dan sosial. Partindo lebih mengandalkan organisasi masa dengan aksi-aksi masa untuk mencapai kemerdekaan.
Pada tahun 1933, PNI Baru telah memiliki 65 cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat dalam mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan penyuluhan koperasi. Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya yang non-kooperatif dianggap oleh pemerintah kolonial  membahayakan. Oleh karena itu, pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sutan Syahir, Maskun, Burhanuddin, Murwoto, dan Bondan ditangkap pemerintah kolonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu Sungai Digul, Papua. Kemudian dipindahkan ke Banda Neira pada  tahun  1936  dan  akhirnya  ke Sukabumi pada tahun 1942. Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap kooperatif saja yang dibiarkan hidup oleh pemerintah kolonial Belanda.


E.         Partindo
Pada kongres  luar biasa PNI di Batavia tanggal 25 April 1931 diambil  keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan pendukung PNI. Sartono dan pendukungnya membentuk Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 30 April 1931.
Asas dan tujuan serta garis-garis perjuangan PNI masih diteruskan oleh Partindo. Selanjutnya dilakukan upaya menghimpun kembali anggota-anggota PNI yang tercerai-cerai sehingga pada tahun 1931 berhasih dibentuk 12 cabang. Kemudian berkembang menjadi 24 cabang dengan anggota sebanyak 7.000 orang.
Penangkapan kembali Ir. Soekarno pada tanggal 1 Agustus 1933 melemahkan Partindo. Bung Karno diasingkan ke Ende, Flores, pada tahun 1934. karena alasan kesehatan, Bung Karno kemudihan dipindahkan ke Bengkulu pada tahun 1938 dan pada tahun 1942 dipindahkan kepadang karena adanya serbuan Jepang ke Indonesia. Tanpa Ir. Soekarno, Partindo mengalami kemunduran. Partindo keluar dari PPPKI agar PPPKI tidak terhalang geraknya karena adanya larangan untuk mengadakan rapat. Dalam menghadapi keadaan yang sulit itu, untuk kedua kalinya Sartono membubarkan  Partindo juga tanpa dukungan penuh dari anggotanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar